Aceh Timur | Sidang Kasus tabrakan beruntun dengan terdakwa dr. Suci Magfira jadi bahan perbincangan masyarakat baik di media mainstream maupun di dunia Maya sosial media saat ini.
Pada sidang sebelumnya, JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejari IDI Kabupaten Aceh Timur membacakan tuntutan 1 tahun penjara.
Dalam Replik JPU menegaskan bahwa terdakwa dalam memberikan keterangan dipersidangan berbelit-belit serta tidak pernah mengakui kesalahannya.
Selanjutnya , JPU menampikkan (menolak) seluruh pledoi kuasa hukum terdakwa dr.SM dalam pembuktian dipersidangan secara sah dan meyakinkan bahwa dr.SM terbukti bersalah atas perbuatannya.
Meski korban kecewa terhadap tuntutan JPU yang dinilai sangat ringan, namun korban Massyura beserta keluarga masih memiliki keyakinan bahwa Majelis Hakim akan memutuskan amarnya dengan putusan diatas tuntutan Jaksa.
Penantian dan harapan keluarga korban akan mendapatkan keadilan yang sebenarnya tiba pada Kamis 25 September 2025.
Keluarga korban sempat terlambat hadir dan menyaksikan persidangan pembacaan amar vonis Majelis Hakim, tampak mejelis hakim membacakan dengan terburu buru dan memutuskan terdakwa dengan 8 bulan kurungan dipotong masa tahanan kota.
Tak diduga hanya tempo 5 menit keluarga korban mendengarkan dan menyaksikan pembacaan putusan Majelis Hakim selanjutnya terdengar samar-samar putusan hakim 8 bulan kurungan terhadap terdakwa.
Korban Massyura dan keluarga terperangah sejenak saat mendengar putusan 8 bulan dan ketuk palu hakim sebanyak 3 kali, saat itu pula tampak 3 majelis hakim dengan terburu- buru bergegas beranjak dari kursinya dan meninggalkan meja hijau menghilang dari pandangan.
Korban Massyura dan keluarga hendak protes namun 3 majelis hakimpun hilang. Putusan Majelis Hakim bagi korban dirasakan bagai sambaran petir disiang hari.
Yakinlah kini keluarga korban bahwa harapan keadilanpun tak bisa diharapkan.
Keluarga korban Massyura dan Mariam mengakui kebenaran perkiraan banyak masyarakat dan netizen di sosial media yang mengikuti kasus ini mengatakan percuma mengharapkan keadilan hukum di Indonesia ini, sudah dapat dipastikan hukum akan berpihak kepada yang kuat dan yang lemah takkan mendapat keadilan (tajam kebawah tumpul keatas).
Keluarga korban sangat kecewa, bahwa pasal yang dijeratkan kepada terdakwa yaitu UU LLAJ Pasal 310 ayat 3 dengan ancaman paling lama 5 tahun kurungan, namun jangankan harapan putusan hukum maksimal, sepertiga dari ancaman pun tak bisa diharapkan.
Bahkan putusan hakim sangat rendah dibanding tuntutan JPU (1 tahun atau 1/5 dari ancaman 5 tahun), sedang vonis hakim hanya 8 bulan(1/7.5 dari ancaman 5 tahun UU LLAJ 310 ayat 3).
Dengan vonis ringan kasus viral yang melibatkan terdakwa yang memiliki koneksi finansial, sedang 2 korban mengalami cacat permanen adalah berasal dari kalangan bawah, namun mejelis hakim tidak memiliki empati dan atensi publik ini menjadi Preseden buruk bagi penegakan hukum di Aceh Timur.
Terkait dengan putusan majelis hakim yang dinilai terlalu ringan , Direktur Intelejen YARA memberikan pernyataan bahwa putusan hakim tersebut harus dievaluasi oleh lembaga terkait yaitu Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
" Kami melihat bahwa Putusan hakim sangat dipaksakan , kami tidak tahu apakah ada intervensi eksternal atau tidak sehingga putusan hakim yang sangat ringan.
Padahal kasus ini viral dan menjadi atensi publik. Kami sangat khawatir terhadap peradilan di Aceh Timur, oleh karena itu Kami meminta kepada Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung untuk memanggil Majelis Hakim dan melakukan evaluasi terhadap perilaku hakim yang menangani kasus tersebut." Jelas Basri.
Social Header